Legenda Bukit Sebomban
Pada masyarakat suku Dayak Mayau (Mayao), ada suatu legenda yang tetap diyakini
oleh mereka hingga saat ini.
Suatu ketika, hidup seorang nenek dengan cucunya mereka tinggal di dalam
hutan jauh dari perkampungan di sebuah gubuk reot. Mereka hidup dikucilkan oleh
orang kampung karena orang kampung tidak suka melihat mereka berdua. Sang nenek
dan si cucu hidup dari hasil hutan dengan peratan dan perkakas apa adanya.
Cerita ini bermula ketika orang kampung mengadakan pesta Gawai Panen Padi
selama 7 hari 7 malam karena panen yang mereka dapat tahun ini melimpah ruah.
Mereka mengundang kampung tetangga dari 4 penjuru untuk datang menghadiri Pesta
Gawai yang diadakan oleh orang kampung. Tapi satu kesalahan terjadi, mereka
tidak mengundang sang nenek dan sang cucu (karena adat istiadat pada zaman itu
apabila mengadakan gawai semua orang harus diundang ke dalam pesta tersebut
kalau tidak akan mendapat petaka).
Pada suatu hari pergilah sang cucu tersebut ke kampung karena mendengar kabar
bahwa orang kampung mengadakan pesta gawai dari orang-orang kampung tetangga
berangkat ke pesta gawai. Si cucu maklumlah masih kecil maka dia pun berangkat
menghadiri pesta tersebut tetapi sesampai di sana bukannya kemeriahan yang dia
dapat tetapi si cucu mendapat perlakuan yang kasar dari orang kampung, dicemooh
dan diusir. Dengan perasaan sedih dia pulang menemui neneknya dan menceritakan
perlakuan orang kampung kepada neneknya. Sang nenek sedih hatinya mendengar
cerita cucunya. Karena kasihan kepada cucunya lalu sang nenek menyuruh sang
cucu kembali lagi ke kampung, barangkali ada orang kampung yang mau menaruh
perhatian kepada mereka.
Akhirnya sang cucu pun menuruti keinginan neneknya untuk kembali ke kampung
tapi apa yang terjadi perlakuan orang kampung sama seperti yang sudah-sudah,
malah lebih kasar lagi layaknya seperti binatang dengan memberi si cucu
tersebut dengan daging yang terbuat karet (latek)yang rasanya hambar dan
alot. Si cucu membawa daging tersebut pulang kepada neneknya, sesampai di gubuk
si cucu menyerahkan daging pemberian orang kampung tersebut kepada neneknya dan
nenek itu memakan daging pemberian si cucu, tapi daging tersebut sangat alot.
Ssetelah tahu bahwa daging pemberian orang kampung tersebut palsu maka murkalah
sang nenek dan berkata "Celakalah orang kampung karena telah memperlakukan
kita seperti binatang", geramnya.
Lalu sang nenek menyuruh si cucu untuk pergi lagi ke kampung dengan membawa
seekor anak kucing yang didandani layaknya seperti manusia dengan sarung parang
di pinggangnya dan menyuruh melepaskan anak kucing tersebut di tengah orang
ramai. Si cucu pun mengikuti perintah sang nenek dan melaksanakan apa yang
diperintahkan sang nenek si cucu melepaskan anak kucing tersebut ke tengah
orang ramai dan ketika orang ramai tersebut melihat anak kucing tersebut sontak
orang ramai tersebut meneriaki, mengolok, menertawakan, dan mencemooh anak
kucing tersebut.
Tak lama kemudian tiba-tiba langit berubah mendung dan gelap petir menyambar
dimana-mana hujan batu pun turun seketika itu juga perkampungan tersebut
berubah menjadi sebuah bukit yang diberi nama bukit Sebomban.
Sampai sekarang orang Dayak Mayau masih mengingat peristiwa ini dan memegang
kepercayaan bahwa Pamali (pantang) menertawakan binatang terutama kucing.