Adil Ka' Talino, Bacuramin Ka' Saruga, Basengat Ka'Jubata.
Yang terhormat pengurus dewan adat Provinsi Kalimantan Barat berserta selurtuh jajaran, para kepala OPD, bupati, wakil bupati, para tokoh-tokoh Dayak, para tumenggung, bapak- ibu dan saudara-saudara yang saya hormati dan saya muliakan.
Puji dan syukur kita sampaikan kepada tuhan yang masa kuasa karena kita diberikan kesehatan jasmani dan rohani yang baik sehingga kita bisa berkumpul di sini untuk membicarakan masa depan masyarakat kita, masyarakat Dayak.
Bapak, ibu dan saudara-saudara selaku tumenggung, selaku demung, selaku apalagi saya tidak tahu namanya, pokoknya yang penting ngurus rakyat. Tugas kita ini ngurus rakyat, mengapa ada Presiden Majelis Adat Dayak, mengapa harus adat Dewan Adat Dayak Provinsi, kabupaten, kota, kecamatan habis itu desa yang namanya tumenggung, yang namanya demung. Kita mengorganisir diri supaya kita bisa mengurus kepentingan masyarakat kita.
Negara sudah memberikan kesempatan dan peluang kepada kita, kalau kita tidak ambil itu kita yang bodoh. Kita tidak boleh menunggu, kita tidak boleh ragu-ragu, kita tidak boleh malas. Nah ini yang harus segera kita pikirkan di semua sektor lini untuk percepatan pembangunan masyarakat Dayak. Negara sudah memberikan kesempatan, sudah memberikan peluang kepada kita, tetapi kita masih santai, masih berpangku tangan, masih bersunggut-sunggut, masih iri dan dengki tidak bersatu padu membangun negeri ini.
Kalimantan itu milik Dayak (tepuk tangan terdengar) ini bukan saya yang mengatakannya bapak ibu, yang mengatakannya para ahli Profesor Doktor Koentjaraningrat seorang antropologi budaya. Setelah itu ada buku yang di tulis oleh profesor Doktor Teuku Jakob ahli antropologi forensik. Dua orang ahli yang Indonesia punya. Nah kita Dayak ini terlalu lama dijajah oleh kerajaan-kerajaan, mulai dari raja-raja Majapahit, raja-raja Sriwijaya, yang paling parah kerajaan Melayu dan Islam bersama dengan Belanda menjajah kita berabad-abad sehingga mental kita adalah mental hamba, bukan mental kuli, mental hamba. Nah yang nulis buku ini bukan saya juga, Profesor Doktor Meriam Budiardjo dalam bukunya berjudul Kuasa dan Wibawa, sehingga kita bisa dipegang oleh Belanda bersama Melayu dan Islam itu selama 300 tahun lebih hampir 400 tahun. Nah untuk merubah pola pikir ini tidak gampang.
Nah sekarang Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945, Dayak zaman dulu membuat negara namanya Green Dayak ibukotanya di Banjarmasin, tetapi di tahun 1948 diserahkan kepada Republik Indonesia oleh dokter Cyrillus kepada Bung Karno (Presiden Soekarno-red) dengan tujuan bargainingnya adalah Pancasila, bapak ibu dan saudara-saudara tolong baca buku. Jangan dapat honor, dapat tunjangan tidak beli buku (suara tepuk tangan).
Tadi kemarin (saat pembukaan Pekan Gawai Dayak ke 33, 20 Mei 2018 –red) jelas mengatakan Kalimantan itu milik Dayak, jelas itu. Makanya saya minta kepada beliau, kepada Humas tolong pidato beliau itu diambil, diminta, diperbanyak dan dibagi-bagikan kepada kita semua untuk dipedomani. Pada zaman sekarang ini kita punya hak dan kewajiban di depan masyarakat umum dimanapun di depan negara kewajiban dan hak kita adalah sama, tinggal kita mau atau tidak mengambil peluang itu.
Makanya sering saya katakan kita harus punya keberanian seperti beruang, mata itu jeli seperti mata elang. Bagaimana elang bisa melihat tikus bersembunyi dimanapun itu, dia bisa lihat dan tangkap begitu cepat. Beruang begitu berani terjun dari atas pohon, tidak mati.
Ndak matikan beruang habis ambil madu lalu terjung, ndak matikan. Pernah ada lihat beruang mati habis ambil madu kelulut atau madu kwani, bagaimana beruang itu mengambilnya, beruang itu tidak pandai turun. Demikian juga kita memanfaatkan peluang dan kesempatan, seperti kecepatan Leopard, bagaimana Leopard itu punya kecepatan lari…(pidato selesai)
Di atas merupakan transkrip dari Pidato Presiden Majelis Adat Dayak Nasional Cornelis MH berdurasi tujuh menit limabelas detik, yang hari-hari ini bikin geger. Sengaja ditulis secara lengkap untuk mendapat gambaran utuh terkait persoalan yang tengah diviralkan oleh kelompok tertentu dengan judul bombastis “Video Asli dan Hoax (editan Pidato Cornelis Yang Viral Di Sosmed”, “Pidato Rasis Cornelis Memftnah Melayu dan Islam Penjajah Indonesia Terus Menuai Protes” atau yang ini “Indonesia Adalah Penjajah Indonesia: Ungkap Cornelis Gubenur Kalbar”
Padahal bila dibaca atau didengar pidato tersebut, tentu tidaklah seseram judul-judul yang dibuat bahkan terlalu hiperbola. Bahkan terkesan sudah direncanakan sedemikian rupa dengan tujuan utama menghantam Cornelis MH. Hal yang sama dilakukan saat Cornelis dihantam habis-habisan dalam kasus “Seruan Cornelis Mengusiran Habib Rizieq Bila Datang Ke Kalbar” sekitar November 2016 lalu. Tudingan kafir pun deras dialamatkan kepada Cornelis yang selama 10 tahun menjabat sebagai Gubernur Kalbar Berhasil Menciptakan Ketentraman dan Kedamaian di Kalbar. Selama 10 tahun memimpin Kalbar, Cornelis berhasil mempersatukan semua suku yang ada sehingga tak ada konflik kesukuan.
Namun upaya ‘mengAhokkan” Cornelis di 2016 lalu gagal berkat persatuan seluruh rakyat Kalbar yang tak ingin di adu domba oleh pihak manapun.
Pidato Cornelis di Juni 2018 ini dijadikan momentum oleh kelompok-kelompok tertentu untuk mengulangnya kembali. Pidato yang sudah hampir seminggu di posting di Youtube itu, baru meledak dua hari belakangan ini. Uniknya sejumlah nama dengan sigap mendorongnya untuk menjadi bola panas membangkitkan sentiment keumatan, mulai dari Rocky Gerung hingga Tengku Zulkarnain.
Padahal dalam pidato tersebut, sebenarnya Cornelis sebagai Presiden Majelis Adat Dayak Nasional tengah berbicara untuk membangkitkan semangat saudara-saudara sesukunya yakni Dayak agar tidak rendah diri, minder, malas dan sebagainya. Suku Dayak sama dengan suku-suku lainnya diberikan kesempatan, hak dan kewajiban yang sama oleh negara.
Kemudian Cornelis menceritakan sejarah mengapa suku Dayak itu bermental hamba sahaya atau budak, dikarenakan lamanya hidup dalam keadaan terjajah, di mulai dari kerajaan Majapahit, Kerajaan Sriwijaya, kemudian menjadi Kerajaan Melayu (Islam) dan masuknya Belanda. Penjajahan demi penjajahan yang dialami Suku Dayak inilah yang menyebabkan orang Dayak itu kehilangan semangat sebagai seorang manusia merdeka, akan tetapi masih dalam semangat budak meski Indonesia sudah merdeka 72 tahun lamanya.
Apa yang salah dengan pernyataan tersebut, bahkan apa yang digambarkan Cornelis untuk saudara-saudaranya itu hasil dari bacaannya dengan menyebut nama Koentjara Ningrat, Tengku Jacob dan Meriam Budiardjo. Agar lebih jelas Cornelis bahkan mengatakan, “Nah kita Dayak ini terlalu lama dijajah oleh kerajaan-kerajaan, mulai dari raja-raja Majapahit, raja-raja Sriwijaya, yang paling parah kerajaan Melayu dan Islam bersama dengan Belanda menjajah kita berabad-abad sehingga mental kita adalah mental hamba, buka mental kuli, mental hamba. Nah yang nulis buku ini bukan saya juga”.
Dari pidato tersebut sangat jelas dan terang benderang bahwa Cornelis hanya menceritakan sejarah Dayak dan kondisi yang membuat rakyat Dayak bermental budak dan itupun didapatnya dari buku-buku yang dibacanya. Bahkan kalau saat ini dicari di mesin pencari Google, misalnya Islam Menjajah, maka akan muncul tulisan-tulisan terkait akan hal tersebut yang bisa dijadikan bahan bacaan penambah ilmu.
Persoalan menjajah atau tidak menjajah, tergantung sudut pandang kedua belah pihak. Belanda, Romawi, Portugis, Kerajaan Islam dan juga Pasukan Salib akan mengatakan tidak melakukan penjajahan, namun bagi Indonesia sudah jelas Belanda itu penjajah dan Romawi itu penjajah bagi wilayah-wilayah yang dikuasainya. Dalam perspektif itulah, Dayak melihat Kerajaan Islam yang datang ke Kalimantan sebagai penjajahan, karena ada upeti yang harus diberikan oleh rakyat Dayak kepihak Kerajaan.
Bila terkait dengan apa yang dipidatokan Cornelis, bahkan sudah lama ada di mesin pencarian, misalnya
https://bobyarya.wordpress.com/…/sebuah-analisa-apakah-kes…/ dan banyak lagi yang sejenis berjejalan di Google.
Namun Cornelis tidak mendasari pidatonya berdasarkan hasil pencarian di Google tersebut. Cornelis menyebutkan nama-nama dengan tujuan menjadi pemicu saudara-saudaranya untuk ikut membaca. “Bapak ibu dan saudara-saudara tolong baca buku. Jangan dapat honor, dapat tunjangan tidak beli buku”.
Jadi sangatlah aneh, bila tidak mau disebut sudah direncanakan secara terstruktur dan massif, begitu ada video pidato Cornelis menyebut nama sebuah agama langsung diramaikan oleh orang yang memang sudah lama geram dengan sosok Cornelis yang mampu membawa kedamaian di Tanah Kalbar”. Bahkan orang ini langsung meminta agar Soesilo Bambang Yudhoyono selaku Ketua Umum Partai Demokrat mencabut dukungan terhadap Cagubnya di Kalbar. Makin jelas kemana arah sebenarnya dituju?
Jangan-jangan beruang pun akan protes kepada Cornelis karena dianggap memfitnah dan menghinakan Hak Asasi Beruang, yang disebutnya beruang tidak bisa turun dari pohon