Penanganan Keluhan
Konsumen yang merasa tidak puas akan bereaksi dengan tindakan yang berbeda. Ada yang mendiamkan saja dan ada pula yang melakukan komplain. Berkaitan dengan hal ini ada tiga kategori tanggapan atau komplain terhadap ketidakpuasan yaitu :
1. Voice response
Kategori ini meliputi usaha menyampaikan keluhan secara lansung dan/atau meminta ganti rugi kepada perusahan yang bersangkutan, maupun kepada perusahan yang bersangkutan, maupun kepada distributornya bila konsumen melakukan hal ini, maka perusahaan masih mungkin memperoleh beberapa manfaat. Pertama, konsumen memberikan kesempatan sekali lagi kepada perusahaan untuk memasukan mereka. Kedua resiko pusbilitas buruk dapat ditekan, pusbilitas dalam bentuk rekomendasi dari mulut ke mulut, maupun melalui koran atau media massa. Selain itu, tidak kalah pentingnya adalah ketiga, memberi masukan mengenai kekurangan pelayanan yang perlu diperbaiki perusahaan.
2. Private response
Tindakan yang dilakukan antara lain memperingatkan atau memberi tahu kolega, teman, atau keluarganya mengenai pengalamannya dengan produk atau perusahaan. Umumnya tindakan ini sering dilakukan dan dampaknya sangat besar bagi citra perusahaan.
3. Third-party response
Tindakan yang dilakukan meliputi usaha meminta ganti rugi secara hukum, mengadu lewat media massa, atau secara lansung mendatangi lembaga konsumennya, instasi hukum, dan sebagainya. Tindakan seperti ini sangat ditakuti oleh sebagian besar perusahaan yang tidak memberikan pelayanan baik kepada konsumennya atau perusahaan yang tidak memiliki prosedur penanganan keluhan yang baik.
Perusahaan yang mendorong pelanggan yang kecewa untuk melakukan pengaduan dan juga kemampuan karyawan untuk memulihkan situasi saat itu juga akan memperoleh pendapatan yang lebih tinggi dan laba yang lebih besar dibandingkan perusahaan-perusahaan yang tidak memiliki pendekatan sistematis untuk mengatasi kegagalan pelayanan. Perusahaan-perusahaan yang efektif dalam menyelesaikan keluhan akan melakukan:
1. Mengembangkan program pelatihan dan kriteria penerimaan karyawan yang memperhitungkan peran perbaikan pelayanan dan karyawan.
2. Mengembangkan pedoman perbaikan pelayanan yang berfokus pada pencapaiaan perlakuan yang memadai dan kepuasan pelanggan.
3. Membongkar semua hambatan yang mempersulit pelanggan untuk melakukan pengaduan, sambil mengembangkan tanggapan yang efektif yang mungkin termasuk memberi wewenang kepada karyawan untuk memberikan ganti rugi atas kegagalan pelayanan.
4. Mempertahankan basis data produk dan pelanggan yang memungkinkan perusahaan menganalisi tipe dan sumber keluhanserta menyesuaikan kebijakannya.
Terdapat dua tujuan utama pelanggan mengajukan keluhan kepada perusahaan:
1. Pelanggan ingin menutupi kerugian ekonomi yang dideritanya, apakah itu dalam bentuk pemberiaan ganti rugi atau mendapatkan pelayanan ulang. Terdapat pula kemungkinan pelanggan akan mengambil tindakan hukum bila masalah tetap tidak terselesaikan.
2. Pelanggan ingin kembali membangun harga dirinya. Ketika karyawan mengacuhkan atau memberikan perlakuan yang buruk dan kasar, maka harga diri dan rasa keadilan pelanggan akan terpengaruh secara negatif. Pelanggan merasa bahwa mereka seharusnya diperlakukan secara hormat.
3. Apabila pelanggan yang tidak puas mulai mengeluh, maka perusahaan tidak dapat membiarkan begitu saja tanpa melakukan tindakan apapun.
Pengaruh budaya terhadap komplain
Pada saat tidak ada komplain dari konsumen terhadap toko ritel maka hal tersebut bukan berarti secara otomatis menunjukan kinerja dari toko ritelyang baik. Sebagian besar konsumen tidak melakukan komplain walaupun mengalami ketidakpuasan. Beberapa pertanyaan yang muncul dan di pertimbangkan oleh konsumen terkait dengan ketidakpuasan konsumen beserta perilakunya untuk melakukan komplain kepada toko ritel (Usunier, 1996) antara lain;
1. Apakah dibenarkan untuk menunjukan ketidakpuasan terhadap toko ritel secara terbuka di depan umum.
Konsumen dengan budaya timur pada umumnya ingin diterima oleh lingkungan sosialnya sehingga cenderung tidak mau tampil berbeda. Dalam konteks ritel apabila konsumen mengalami ketidakpuasan maka konsumen akan mempertimbangkan resiko sosial yang dihadapinya pada saat melakukan komplain atau ketidakpuasan yang diterimanya. Pada saat konsumen komplain secara terbuka maka akan menjadi pusat dari konsumen yang lain. Hal ini menyebabkan rasa malu atau tidak nyaman dari konsumen yang lain. Hal ini menyebabkan rasa malu atau tidak nyaman dari konsumen yang melakukan komplain . Sehingga ada banyak konsumen yang merasa enggan untuk melakukan komlain terhadap ketidakpuasan yang dialaminya dan memilih untuk pindah ke toko ritel lainnya.
2. Apakah dibenarkan untuk memaksa toko ritel agar memberikan sejumlah kompensasi atas ketidakpuasan yang terjadi.?
Pertanyaan lain yang menjadi pertimbangan konsumen pada saat akan melakukan komplain adalah konsekuensi yang akan diterima oleh konsumen setelah menyampaikan komplain dan tuntutan kompensasi sebagai ganti ruginya . Ada kekhawatiran bahwa provider atau toko ritel bisa menuntut balik konsumen yang melakukan komplain, seperti yang terjadi pada beberapa kasus di Indonesia, di mana konsumen yang tidak puas dan melakukan justru mendapatkan permasalahan hukum karena dianggap melakukan pencemaran nama baik dari institusi yang menerima komplain, Berbagai macam kekhawatiran tersebut bisa meredam konsumen untuk diam dan tidak melakukan komplain kepada provider jasa atau toko ritel.
3. Apakah akan ada perubahan yang terjadi apabila konsumen melakukan komplain atas ketidakpuasannya.?
Pertimbangkan konsumen berikutnya adalah pada saat konsumen melakukan komplain, apakah ada efek positif yang timbul setelah provider jasa atau toko ritel menerima komplain tersebut? Apabila konsumen merasa bahwa komlain yang dilakukan akan sia-sia atau tidak memberikan dampak pada perubahan perbaikan layanan, maka konsumen cenderung tidak akan menghabiskan waktu, pemikiran, dan tenaganya untuk melakukan komplain.
Dampak dari Usaha Pemulihan Layanan terhadap kesetiaan Pelanggan
Penangan pengaduan harus dilihat sebagai suatu pusat laba, bukan suatu cost center (pusat biaya). Ketika seorang pelanggan yang kecewa membelot, perusahaan kehilangan lebih daripada hanya nilai transaksi berikutnya. Perusahaan itu mungkin jugakehilangan suatu arus laba jangka panjang dari pelanggan itu dn dari orang lain yang beralih pemasok karena komentar negatif dari seorang teman yang tidak senang. Sehingga untuk berinvestasi dalam usaha ”pemulihan layanan” yang dirancang untuk laba jangka panjang itu. Usaha untuk merancang prosedur pemulihan layanan harus memperhitungkan lingkungan spesifik suatu perusahaan dan tipe-tipe problem yang mungkin dijumpai pelanggan.
0 komentar:
Post a Comment